Cari disini

(PP RI No. 24 1976 tentang Cuti PNS) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil

UPDATE: Peraturan Cuti ASN PNS (Pegawai Negeri Sipil) menurut PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Peraturan Pemerintah ini sudah cukup lama dan belum ada revisi kemungkinan dikarenakan masih relevan dipakai sampai saat ini, share dan koreksi kami harapkan karena ini merupakan salinan dari aslinya.
Anda bisa Download juga filenya dalam bentuk .pdf dibawah, silahkan share ke rekan-rekan anda, boleh mencopy paste dengan menyertakan link berikut:
http://puskesmasgempolcirebon.blogspot.com/2016/09/peraturan-pemerintah-republik-indonesia-nomor-24-tahun-1976-tentang-cuti-pegawai-negeri-sipil-pp-ri-no-24-thn-1976-tentang-cuti-pns.html



PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang
a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai cuti Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan materinya ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan;
b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur kembali tentang cuti Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 2
(1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah :
a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara ;
b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam Iingkungan kekuasaannya;
c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau Peraturan Perundang-undangan lainya.

BAB II
CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Bagian Pertama
Jenis Cuti


Pasal 3
Cuti terdiri dari :
a. Cuti tahunan ;
b. Cuti besar ;
c. Cuti sakit ;
d. Cuti bersalin ;
e. Cuti karena alasan penting ; dan
f. Cuti diluar tanggungan Negara.


Bagian Kedua
Cuti Tahunan

Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan.
(2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja.
(3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
(4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 5
Cuti tahunan yang akan dijalankan ditempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.

Pasal 6
(1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) had kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
(2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dan 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.

Pasal 7
(1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan.

Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.


Bagian Ketiga
Cuti Besar

Pasal 9
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangya 6 (enam) tahun secara terus menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3 (tiga) bulan;
(2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan;
(3) Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti;
(4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama.

Pasal 11
Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.

Pasal 12
Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian Keempat
Cuti Sakit

Pasal 13
Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.

Pasal 14
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa is harus memberitahukan kepada atasannya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dan 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter.
(3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.
(5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15
(1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

Pasal 16
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapatkan perawatan berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya.

Pasal 17
Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Pasal 18
(1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam pasal (1) diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian.

Bagian Kelima
Cuti Bersalin

Pasal 19
(1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin.
(2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti diluar tanggungan Negara.
(3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.

Pasal 20
(1) Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 21
Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian Keenam
Cuti Karena Alasan Penting

Pasal 22
Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena :
a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;
c. melangsungkan perkawinan yang pertama;
d. alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden.

Pasal 23
(1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting;
(2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 24
(1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi ditempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting.
(4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara.
(5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 25
Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.

Bagian Ketujuh
Cuti Di Luar Tanggungan Negara

Pasal 26
(1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti diluar tanggungan Negara.
(2) Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan penting untuk memperpanjangnya.

Pasal 27
(1) Cuti diluar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dad jabatannya, kecuali cuti diluar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2).
(2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti diluar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.

Pasal 28
(1) Untuk mendapatkan cuti diluar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya.
(2) Cuti diluar tanggungan Negara, hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawain Negara.

Pasal 29
(1) Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dad Negara.
(2) Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 30
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan did kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 31
Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan did kembali kepada instansi induknya setelah habis menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, maka:
a. apabila ada lowongan ditempatkan kembali ;
b. apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain ;
c. Apabila penempatan dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedelapan
Lain-lain

Pasal 32
(1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar, dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
(2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pasal 33
Segala macam cuti yang akan dijalankan diluar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan menjalankan kewajiban agama.

Pasal 34
Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan.

Pasal 35
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 36
Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 37
Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38
(1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negeri diatur dalam peraturan tersendiri.
(2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan tersendiri.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi :
a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 142);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 379);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 404);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39);
e. Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti Diluar Tanggungan Negara).

Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Desember 1976.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 1976.

MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, SH.


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976 NOMOR 57.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENJELASAN UMUM
Sebagaimana diketahui, bahwa dewasa ini Cuti Pegawai Negeri Sipil diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam rangka usaha menyederhanakan dan menyempumakan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, dipandang perlu mengatur cuti Pegawai Negeri Sipil dalam satu Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani, maka kepada Pegawai Negeri Sipil setelah bekerja selama jangka waktu tertentu perlu diberikan cuti.
Cuti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali cuti diluar tanggungan Negara, adalah hak Pegawai Negeri Sipil. Oleh sebab itu pelaksanaan cuti hanya dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu apabila kepentingan dinas mendesak.
Cuti diluar tanggungan Negara bukan hak Pegawai Negeri Sipil. Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk kepentingan pribadi yang mendesak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil wanita untuk mengikuti suaminya yang ditugaskan diluar negeri.
Setiap pimpinan haruslah mengatur pemberian cuti sedemikian rupa sehingga tetap terjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Menurut perhitungan, pemberian cuti dalam waktu yang sama sebanyak 5 % (lima persen) dari jumlah kekuatan masih dapat tetap menjamin kelancaran pekerjaan.
Pegawai Negeri Sipil yang hendak menggunakan hak cutinya wajib mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui hirarki, kecuali cuti sakit yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1). Untuk mendapatkan cuti sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1), Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan cukup memberitahukan kepada atasannya langsung.
Segala macam cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, kecuali cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1). Cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurusi kepegawaian.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cuti Pegawai Negeri Sipil hendaknyalah diberikan tepat pada waktunya. Untuk memungkinkan hal ini, maka pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil dalam Iingkungan kekuasaannya masing-masing hendaknya didelegasikan sejauh mungkin kepada pejabat-pejabat sampai satuan organisasi bawahan, umpamanya pemberian cuti tahunan, cuti sakit yang tidak lebih dari 14 (empat belas) hari, cuti sakit dalam dan karena alasan penting hendaknya didelegasikan sejauh mungkin sampai kepada pejabat terbawah.
Pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti sakit yang lebih dari 14 (empat belas) hari dan cuti besar dibatasi sampai tingkat pejabat tertentu, umpamanya sampai tingkat instansi vertikal tingkat Propinsi. Pemberian cuti diluar tanggungan Negara, dilakukan sendiri oleh pejabat yang dimaksud dalam ayat (1), tidak dapat didelegasikan.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Yang berhak mendapat cuti tahunan adalah Pegawai Negeri Sipil, termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus. Yang dimaksud dengan bekerja secara terus menerus adalah bekerja dengan tidak terputus karena menjalankan cuti diluar tanggungan Negara atau karena diberhentikan dari jabatan dengan menerima uang tunggu.

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Cuti tahunan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaanya apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya karena ada pekerjaan yang mendesak yang hares segera diselesaikan. Penangguhan ini tidak boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada sekolah/perguruan tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/diperbantukan untuk mengajar pada sekolah/perguruan tinggi swasta yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan.

Pasal 9
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja secara terus menerus setiap 6 (enam) tahun berhak atas cuti besar, umpamanya seorang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil 1 Apri 1970. Pada tanggal 1 April 1976, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti besar.
Cuti besar yang tidak diambil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tepat pada waktunya, dapat diambil pada tahun-tahun berikutnya tetapi keterlambatan pengambilan cuti besar itu tidak dapat diperhitungkan untuk pengambilan cuti besar yang berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah berhak atas cuti besar pada tanggal 1 April 1975, tetapi karena sesuatu sebab cuti besar itu baru dapat diambilnya pada tanggal 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan baru berhak atas cuti besar yang berikutnya pada 1 April 1983.
Ayat (2) sampai dengan Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 10
Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya menunaikan ibadah haji.

Pasal 11
Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pemberian cuti besar dapat ditangguhkan untuk paling lama 2 (dua) tahun, dengan ketentuan, bahwa selama masa penangguhan itu diperhitungkan sebagai hak untuk mendapatkan cuti besar berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah berhak atas cuti besar pada 1 April 1975, tetapi karena ada tugas kedinasan yang mendesak, maka pelaksanaan cuti besar itu ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti selama 2 (dua) tahun, oleh sebab itu cuti besar tersebut baru diberikan 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti besar berikutnya pada 1 April 1981.

Pasal 12
Yang dimaksud dengan penghasilan penuh adalah gaji pokok dan penghasilan lain yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan pimpinan.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Apabila Pegawai Negeri Sipil sakit yang tidak Iebih dari 2 (dua) hari, cukup memberitahukan kepada atasannya Iangsung secara tertulis atau dengan lisan.
Ayat (2)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit Iebih dari 2 (dua) had tetapi tidak Iebih dari 14 (empat belas) had harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui hierarki dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter swasta.
Ayat (3)
Pegawai Negeri Sipil yang sakit Iebih dari 14 (empat belas) had harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti yang Iebih dari 14 (empat belas) had tidak dapat diberikan atas dasar surat keterangan dokter swasta.
Ayat (4) sampai dengan Ayat (8) Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cuti sakit yang dimaksud dalam pasal ini adalah cuti yang tidak terbatas waktunya.

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan pertimbangan waktu yang diperlukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, tetapi tidak boleh lama Iebih dari 2 (dua) bulan.

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting dapat diberikan oleh pejabat yang tertinggi ditempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja.
Umpamannya :
Seorang kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita bahwa ibunya meningal dunia ditempat lain. Pejabat yang berwenang memberikan cuti terhadap kepala instansi vertikal itu adalah Direktur Jenderal dari Departemennya. Dalam hal ini maka Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan izin sementara kepada kepala instansi vertikal tersebut menjalankan cuti karena alasan penting
Ayat (4)
Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting yang telah diberikan pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (3), wajib diberitahukan dengan segera kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
Ayat (5)
Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (4), memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara resmi.

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cuti diluar tanggungan Negara hanya dapat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak, umpamannya Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengikuti suaminya bertugas di luar Negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Pemberian cuti diluar tanggungan Negara tidak dapat didelegasikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagai dimaksud dalam pasal 2 ayat (1).

Pasal 29
Ayat (1)
Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti diluar tanggungan Negara tidak berhak menerima penghasilan dari Negara, terhitung mulai bulan berikutnya ia menjalankan cuti diluar tanggungan Negara itu, dan segala fasilitas yang diperolehnya harus dikembalikan kepada instansi tempat ia bekerja.
Ayat (2)
Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun, maupun sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan lain-lain.

Pasal 30
Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara habis, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan did kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian ini dilakukan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 31 sampai dengan pasal 40. Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3093

 Download .pdf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (PP RI No. 24 1976 tentang Cuti PNS) disini:


Download PERMENKES 21 tahun 2016 tentang penggunaan dana kapitasi JKN untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pada fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah .pdf

PERMENKES 21 TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

silahkan lihat secara online dan download file dalam bentuk .pdf disini:

Petunjuk Pengisian Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana (Formulir 1770 S dan Lampiran-lampirannya)

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRAN-LAMPIRANNYA)

silahkan lihat secara Online disini:




Jenis, Bentuk, dan Isi SPT (Cara Petunjuk Pengisian SPT Pajak Tahunan secara Online)

Mungkin agak sedikit terlambat namun lebih baik daripada tidak sama sekali posting tentang
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRAN-LAMPIRANNYA)

Isilah SPT Tahunan Anda dengan benar, lengkap, dan jelas!
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

etiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Berikut ini copypaste dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 tentang SPT, khususnya terkait jenis, bentuk, dan isi SPT.



Pada dasarnya SPT itu dapat dibagi dua:
  • SPT Tahunan
  • SPT Masa
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.

Tapi jika dilihat dari jenis pajak, SPT yang wajib disampaikan ke kantor pajak itu ada dua (juga):
  • SPT PPh
  • SPT PPN
SPT Tahunan itu sudah pasti SPT Tahunan PPh. Hanya saja, SPT Tahunan dibagi lagi menjadi dua jenis subjek pajak, yaitu:
  • SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (OP)
  • SPT Tahunan PPh Badan

Orang pribadi itu sudah jelas. Maka tidak perlu didefinisikan. Pokoknya orang yang lahir atau dilahirkan. Sedangkan badan adalah badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum yang berlaku. Tetapi secara definisi pajak:

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.  

menurut bentuknya, SPT terdiri dari SPT dalam bentuk formulir kertas dan SPT dalam bentuk dokumen elektronik. Nah dokumen elektonik ini biasa disebut e-SPT atau yang langsung diisi di web disebut efiling. Jika kita isi langsung di laman pajak maka kita tidak perlu lagi datang ke kantor pajak. Bisa diisi dimana saja, dan kapan saja.
Isi SPT Tahunan PPh menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:
  • jenis pajak;
  • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
  • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
  • jumlah peredaran usaha;
  • jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
  • jumlah Penghasilan Kena Pajak;
  • jumlah pajak yang terutang;
  • jumlah kredit pajak;
  • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
  • jumlah harta dan kewajiban;
  • tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
format SPT Tahunan PPh OP untuk yang bukan pengusaha atau tidak punya usaha ada dua:
sedangkan format SPT Tahunan PPh OP untuk yang memiliki usaha baik kecil maupun besar maka menggunakan FORMULIR 1770.

Pada format Tahunan PPh OP ada yang baru di bagian DAFTAR HARTA dan DAFTAR HUTANG yaitu di 1770-IV atau 1770S-II
hal yang baru di format SPT 2014 diantaranya adalah kode harta dan kode hutang
ada kolom baru di SPT Tahunan PPh OP 2014 yaitu kode harta dan kode utang

Daftar kode harta:
Kas dan Setara Kas: 
011: uang tunai 
012: tabungan
013: giro 
014: deposito
019: setara kas lainnya
Piutang: 
021: piutang
022: piutang afiliasi (piutang kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
029: piutang lainnya
Investasi:
031: saham yang dibeli untuk dijual kembali
032: saham 
033: obligasi perusahaan 
034: obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat berharga syariah negara, dll) 
035: surat utang lainnya
036: reksadana
037: Instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll) 
038: penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal pada CV, Firma, dan sejenisnya
039: Investasi lainnya
Alat Transportasi:
041: sepeda
042: sepeda motor 
043: mobil 
049: alat transportasi lainnya 
Harta Bergerak Lainnya
051: logam mulia (emas batangan, emas perhiasan, platina batangan, platina perhiasan, logam mulia lainnya) 
052: batu mulia (intan, berlian, batu mulia lainnya)
053: barang-barang seni dan antik (barang-barang seni, barang-barang antik)
054: kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olahraga khusus
055: peralatan elektronik, furnitur 
059: harta bergerak lainnya
Harta Tidak Bergerak
061: tanah dan/atau bangunan untuk tempat tinggal.
062: tanah dan/atau bangunan untuk usaha (toko, pabrik, gudang, dan sejenisnya)
063: tanah atau lahan untuk usaha (lahan pertanian, perkebunan, perikanan darat, dan sejenisnya) 
069: harta tidak gerak lainnya
Daftar Kode Utang:
101 : Utang Bank / Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing Kendaraan Bermotor, dan sejenisnya)
102 : Kartu Kredit
103 : Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
109 : Utang Lainnya
contoh pengisian Daftar Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
 
SPT Tahunan PPh Badan ada dua jenis, yaitu:
  • FORMULIR 1771  untuk yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang rupiah
  • FORMULIR 1770$ untuk yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang US Dolar.
pembukuan dalam mata uang selain rupiah wajib hukumnya memiliki ijin dari DJP.

Sedangkan SPT Masa terdiri dari:
  • SPT Masa PPh
  • SPT Masa PPN
  • SPT Masa PPN Pemungut

Isi SPT Masa PPh menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:
  • jenis pajak;
  • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
  • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;

  • jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar;
  • tanggal pembayaran atau penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Isi SPT Masa PPN menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:
  • jenis pajak;
  • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
  • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;

  • jumlah penyerahan;
  • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
  • jumlah Pajak Keluaran;
  • jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
  • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
  • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
  • tanggal penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Isi SPT Masa PPN Pemungut menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014 harus memuat data:

  • jenis pajak;
  • nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
  • tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;

  • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
  • jumlah pajak yang dipungut;
  • jumlah pajak yang disetor;
  • tanggal pemungutan;
  • tanggal penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Tandan tangan SPT boleh menggunakan tanda tangan biasa atau yang sering disebut "tanda tangan basah", boleh juga dengan stempel, dan tanda tangan elektronik. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1b) Undang-Undang KUP:
Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

BUKU SAKU Petunjuk Teknis bagi Tenaga Kesehatan PIN Polio Maret 2016



Buku petunjuk teknis ini merupakan panduan Petunjuk Teknis Tenaga Kesehatan di Lapangan bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada tanggal 8 - 15 Maret 2016.

PIN Polio merupakan kegiatan imunisasi tambahan untuk mencakup seluruh anak umur 0-59 bulan tanpa melihat status imunisasinya, dengan memberikan imunisasi Polio di pos imunisasi.

1. Siapa sasaran PIN Polio?
PIN Polio ditujukan bagi anak yang berumur 0 bulan s.d 59 bulan, termasuk pendatang. Jika pada pelaksanaan PIN Polio ditemukan anak yang seharusnya mendapatkan Imunisasi Polio rutin, maka pemberian Imunisasi Polio pada waktu PIN dicatat sebagai Imunisasi PIN. Selanjutnya anak tersebut harus tetap melengkapi Imunisasi dasar. Anak-anak yang sedang dirawat di Rumah Sakit selama masa pelaksanaan PIN Polio agar diberikan imunisasi Polio segera setelah sembuh.


CATATAN:
Anak yang menderita diare dan demam, pemberian imunisasi Polio ditunda sampai anak tersebut sembuh Bagi anak-anak dengan imunokompromais (rawat jalan maupun rawat inap di rumah sakit) serta bagi balita yang tinggal serumah dengan pasien tersebut agar diberikan Inactivated Polio Vaccine (IPV) di rumah sakit.
Bagi bayi dengan berat badan lahir rendah (≤2000 gram), pemberian imunisasi Polio ditunda sampai berat badan lebih dari 2000 gram atau usia lebih dari 2 bulan (dengan kondisi klinis stabil)

2. Dimana sasaran memperoleh imunisasi Polio?
Di pos pelayanan imunisasi (posyandu, puskesmas, rumah sakit, dan unit pelayanan kesehatan swasta) terminal, pasar, pelabuhan/bandara, sekolah, dll.

3. Persiapan sebelum ke lapangan
a. Sebelum berangkat ke pos imunisasi, pastikan bahwa semua logistik tersebut di bawah ini sudah tersedia dalam keadaan cukup:
- Vaccine carrier dengan minimal 2-4 cool pack (tergantung jenis vaccine carrier yang digunakan)
- Gentian Violet
- Leaflet
- Vaksin Polio dan Penetes (dropper)
- Format RR
b. Bagaimana menyiapkan kotak dingin cair (cool pack) ?
Kotak dingin berisi air disimpan pada suhu 2 – 8°C dalam lemari es selama minimal 12 jam.

CATATAN:
Jangan membawa vaksin lain selain vaksin Polio. Dianjurkan untuk tidak menggunakan termos rumah tangga atau lainnya untuk menyimpan/membawa vaksin ke pos pelayanan imunisasi.

4. Waktu dan lama pelaksanaan.
a. Waktu pelaksanaan di Pos imunisasi atau di unit pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan jam kerja yang berlaku, ditambah 30 menit setelah imunisasi Polio terakhir diberikan untuk mengamati terjadinya KIPI.
b. Pelayanan imunisasi dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Misalnya di daerah pedesaan yang orang tuanya bekerja di sawah, maka pelayanan dapat dilakukan pada sore hari.
c. Kegiatan pelayanan imunisasi
berlangsung 1 minggu pada tanggal 8 - 15 Maret 2016 ditambah dengan sweeping selama 3 hari.
d. Pastikan semua anak yang sehat di bawah 59 bulan di wilayah saudara telah di imunisasi Polio, bila ada anak yang belum datang ke pos pelayanan imunisasi, maka lakukan kunjungan rumah pada hari itu setelah pelayanan atau hari berikutnya.
e. Target cakupan minimal 95%.

5. Bagaimana menjaga vaksin Polio di lapangan?
a. Gunakan vaccine carrier dan masukkan minimal 2-4 cool pack kedalamnya.
b. Masukkan vaksin Polio dengan kondisi VVM A atau B dan belum kadaluarsa dalam vaccine carrier, serta lindungi dari cahaya matahari langsung.
c. Vaksin Polio dibuka bila sudah ada sasaran. Petugas dapat membuka vaksin berikutnya jika vaksin sebelumnya telah habis terpakai.
d. Jika tidak ada anak yang antri untuk imunisasi, maka vaksin yang telah dibuka disimpan di antara busa (spons) atau kotak dingin cair (cool pack) di dalam vaccine carrier atau seperti gambar di bawah ini.

6. Cara pemberian dan dosis vaksin Polio
a. Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
b. Diberikan secara oral (melalui mulut). Satu dosis adalah dua tetes.
c. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru
d. Di unit pelayanan statis, vaksin Polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan:
1) Vaksin belum kadaluarsa
2) Vaksin disimpan dalam suhu 2°C s/d 8°C
3) Tidak pernah terendam air
4) Sterilitasnya terjaga
5) VVM masih dalam kondisi A atau B
e. Sedangkan di pos pelayanan imunisasi atau posyandu vaksin Polio yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
f. Efek Simpang vaksin Polio Pada umumnya tidak terdapat efek simpang. Efek simpang berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,017 : 1.000.000; Bull WHO 66: 1988)

g. Perhatian Khusus
• Infeksi HIV atau kontak HIV serumah. Pasien dengan HIV dapat diberikan imunisasi dengan mikroorganisme yang inaktif.
• Immunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, sedang mendapatkan terapi immunosupresan jangka panjang).
• Balita yang tinggal serumah dengan penderita imunodefisiensi dianjurkan untuk diberikan Inactivated Polio Vaccine (IPV).

7. Bagaimana dengan vaksin dan logistik lainnya yang tidak habis terpakai di lapangan ?
a. Semua vaksin yang masih baru dan logistik lainnya yang belum terpakai, diberi tanggal pelayanan sebelum dikembalikan ke Puskesmas.
b. Simpan kembali vaksin Polio dengan baik dan teratur di lemari es Puskesmas dan dipisahkan untuk dipakai pada waktu pelayanan berikutnya.

8. Bagaimana dengan KIPI dan pelaporannya?
a. Catat dan laporkan kasus KIPI yang terjadi dengan menggunakan format laporan KIPI yang telah tersedia.
b. Jika terjadi KIPI maka segera ditangani dan dirujuk ke Puskesmas Perawatan atau RS Pemerintah atau RS lain yang telah ditunjuk.

9. Bagaimana dengan pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan?
a. Gunakan format pencatatan dan pelaporan yang telah tersedia.
b. Periksa jumlah anak yang dicatat dan dilaporkan secara benar.
c. Laporan cakupan termasuk pemakaian logistik dibuat oleh tim pos imunisasi segera setelah pelaksanaan kegiatan di lapangan (Pos) selesai.
d. Laporan dikirimkan setiap hari oleh Puskesmas ke Kabupaten/Kota dan selanjutnya ke Provinsi dan ke Pusat.
e. Laporan akhir diselesaikan dalam waktu satu bulan setelah pelaksanaan. Setelah pelaksanaan PIN Polio selesai dan semua anak di wilayah tersebut telah medapatkan imunisasi Polio, semua sisa vaksin Polio dikumpulkan dan diserahkan ke Dinkes Kabupaten/Kota.

10. Bagaimana monitoring dan evaluasi hasil kegiatan?
Evaluasi pelaksanaan PIN Polio adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Kegiatan evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan
PIN Polio, dengan menggunakan format RCA (Rapid Convenience Assesment)/ penilaian cepat, Pemerintah diprioritaskan di daerah risiko tinggi, daerah padat penduduk dan kumuh.

Cari disini:

Popular Posts