Cari disini

Sedih Berkepanjangan Memicu Penyakit


http://puskesmasgempolcirebon.blogspot.com/2013/05/sedih-berkepanjangan-memicu-penyakit.html
Sedih Berkepanjangan Memicu Penyakit
Bagaimana seseorang melewati perasaan berkabung ini dan segera pulih berbeda pada tiap orang. Kemampuan ini disebut juga dengan resiliensi atau penyesuaian diri saat dihadapkan pada tekanan internal atau eksternal.

Tingkat resiliensi yang rendah, sehingga seseorang merasa sedih berkepanjangan, ternyata bisa berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang.

"Kehilangan akan menyebabkan luka. Ini adalah faktor risiko baru dalam lingkungan publik," kata Toni Miles, dari Universitas Georgia.

Para ahli mengatakan rasa berduka yang berkepanjangan akan memicu gangguan kesehatan seperti obesitas, diabetes, kebiasaan merokok, dan dirawat di rumah sakit.

"Jika kita mempelajari tentang perawatan, kita akan menemukan bahwa rasa duka bisa membunuh seseorang," kata Miles.

Meski pengaruh dari rasa sedih tersebut bervariasi pada tiap orang, tergantung dari resiliensi, faktor dukungan sosial adalah faktor yang penting untuk membantu seseorang keluar dari rasa dukanya. Dukungan itu bisa berasal dari pasangan, keluarga, teman, atau profesional bidang kesehatan mental.

Sumber: KOMPAS.com

Kompetisi Tingkatkan Kadar Hormon Pria

http://puskesmasgempolcirebon.blogspot.com/2013/05/kompetisi-tingkatkan-kadar-hormon-pria.html
Kompetisi Tingkatkan Kadar Hormon Pria
Kompetisi tidak hanya terjadi di dunia olahraga. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus selalu siap menghadapi berbagai persaingan. Kompetisi bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, malah ini bisa menjadi motivasi baru.

Apalagi bagi kaum pria, karena kompetisi tersebut justru bisa meningkatkan kadar hormon testosteron jika Anda keluar sebagai pemenangnya. Hanya saja, hal tersebut baru terjadi jika jenis kompetisi yang dilakukan bukan melawan teman sendiri, melainkan orang yang tidak dikenal atau orang yang dianggap musuh.

Sebuah studi menemukan, kadar testosteron pada pria yang menang bermain domino melawan orang asing meningkat lebih dari 30 persen. Sementara percobaan yang dilakukan pada pria yang melawan temannya sendiri tidak menunjukkan adanya perubahan pada kadar testosteron mereka.

Para peneliti mengatakan, peningkatan hormon testosteron merupakan reaksi alami tubuh saat ingin menang. Ketika hormon testosteron meningkat, jaringan otot terstimulasi, kemampuan koordinasi dan pikiran meningkat. Maka orang cenderung merasa lebih percaya diri untuk menghadapi kompetisi. Sedangkan setelah menang, kadar testosteron semakin meningkat untuk memastikan tubuh siap menghadapi kompetisi selanjutnya.

Lalu mengapa kadar testosteron tidak naik saat berkompetisi dengan teman sendiri? Penulis studi Mark Flinn menuturkan, manusia pada dasarnya membutuhkan kemitraan dan pertemanan untuk bertahan hidup. Maka jika kadar testosteron justru meningkat saat melawan teman sendiri, mungkin hubungan pertemanan yang dimiliki tidak akan bertahan lama.

Flinn mengatakan, hasil studi ini juga berlaku pada kompetisi non-olahraga. Kompetisi non-olahraga seperti mendapatkan kontrak pekerjaan juga dapat meningkatkan kadar hormon ini.

Kendati demikian, kadar testosteron yang naik saat menang kompetisi hanya bersifat sementara. Mengurangi kadar lemak tubuh, latihan kekuatan, makan seimbang, cukup tidur, dan tidak stres merupakan beberapa cara alami untuk meningkatkan kadar testosteron secara berkelanjutan.

 Sumber: KOMPAS.com

Pahami Sistem KJS, Jangan Main Lapor ke Media

http://puskesmasgempolcirebon.blogspot.com/2013/05/pahami-sistem-kjs-jangan-main-lapor-ke-media.html
Pahami Sistem KJS, Jangan Main Lapor ke Media
Warga DKI Jakarta diimbau untuk memahami sistem rujukan yang diterapkan program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dengan memahami dalam model pelayanan kesehatan, masyarakat diharapkan akan mengikuti pelayanan sesuai prosedur dan menghindari kesaalahpahaman.

Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dr. Kurnianto Amin menjelaskan bahwa dalam sistem pelayanan KJS, tahap proses pengobatan menggunakan sistem rujukan. Pasien harus mengawali proses pengobatan dari Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat dasar, untuk kemudian akan dirujuk oleh dokter umum ke poliklinik. Oleh sebab itu pula, KJS tidak berlaku untuk pengobatan di Poliklinik.

Dengan lebih mengenal sistem KJS, kata Kurnianto, maka warga akan lebih paham dan tidak lantas melaporkan pada media massa ketika mengalami kesulitan dalam pelayanan KJS.

"Jadi KJS tidak berlaku di Poliklinik. Kalau ditolak jangan lantas lapor media lalu diterusin ke Pak Ahok, saya yakin Pak Ahok justru akan membela kami," ujar Kurnianto saat memberikan sosialisasi dalam acara peluncuran KJS di Puskesmas Jakarta Selatan pada Selasa (28/5/2013).

Lebih jauh ia memaparkan, rujukan pengobatan dalam pemeriksaan kesehatan berada dalam kewenangan dokter yang memeriksa, bukan atas permintaan pasien.

"Rujuk atau dirujuk dokter yang ngasih, bukan pasien yang meminta karena dokter yang lebih mengetahui dengan segala ilmu yang mereka miliki," jelasnya kepada sejumlah warga penerima KJS.

Sementara itu, dalam kata sambutannya Wali Kota Jakarta Selatan Syamsuddin Noor juga akan mengupayakan sosialisasi berkelanjutan kepada masyarakat pengguna KJS. Dengan adanya sosialisasi, maka diharapkan nantinya tidak ada lagi kesalahpahaman akibat kurangnya informasi tentang KJS.

Sumber: KOMPAS.com

Bolehkah Anak Lakukan Angkat Beban?

http://puskesmasgempolcirebon.blogspot.com/2013/05/bolehkah-anak-lakukan-angkat-beban.html
Bolehkah Anak Lakukan Angkat Beban
Anak-anak memang harus didorong untuk gemar berolahraga. Olahraga yang dilakukan secara rutin akan membuat tubuhnya bugar, mencegah kegemukan, serta membantu anak lebih berprestasi di sekolah. Meski demikian, anak tidak anjurkan melakukan olahraga angkat beban.

Olahraga angkat beban yang dilakukan di usia anak-anak bisa menganggu pertumbuhan tulang anak. Menurut dr.Sophia Benedicta, residen Kedokteran Olahraga dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, anak berusia kurang dari 12 tahun dilarang mengangkat beban yang berasal dari luar tubuhnya.

"Beban yang terlalu berat bisa mengganggu lempeng pertumbuhan (growth plate) tulang. Akibatnya anak tidak bisa tinggi," katanya di sela acara peluncuran Gerakan Nusantara yang diadakan oleh PT.Frisian Flag Indonesia di Jakarta (27/5/13).

Lempeng pertumbuhan ini berperan pada pertumbuhan memanjang tulang sampai akhir masa pertumbuhan. Beban yang terlalu berat dikhawatirkan akan menutup growth plate.

Anak-anak lebih disarankan melakukan kegiatan olahraga aerobik seperti bola kaki, bola basket, bulutangkis, bersepeda, jogging, main lompat tali, dan sebagainya.

Sophia juga tidak merekomendasikan anak-anak berolahraga di pusat kebugaran (gym) karena bisa mengurangi kesempatan anak terpapar sinar matahari yang merupakan sumber vitamin D.

Selain kegiatan olahraga, anak-anak juga bisa didorong melakukan kegiatan fisik dengan melakukan permainan yang membutuhkan banyak gerakan, seperti main petak umpet, loncat tali, galasin, kasti, dan sebagainya. Anak usia sekolah sebaiknya dikurangi waktu melakukan aktivitas santai seperti menonton televisi atau main video games. Aktivitas santai yang terlalu banyak dan diikuti dengan makanan yang berlebihan bisa menyebabkan kegemukan.

Sumber: KOMPAS.com

Cari disini:

Popular Posts